Senin, 12 Desember 2011

ROYAL WEDDING PUTRI KERATON YOGYAKARTA (2 Hari Terakhir)


ROYAL WEDDING PUTRI KERATON YOGYAKARTA (2 Hari Terakhir)
Bulan Oktober 2011 ini, Yogyakarta akan mengadakan hajatan besar selama 4 hari berturut-turut, yaitu perayaan acara pernikahan Putri Bungsu Keraton Jogja: Gusti Raden Ajeng (GRAj) Nurastuti Wijareni yang akan menikah dengan Achmad Ubaidillah. Prosesi akan dilaksanakan tanggal 16 – 19 Oktober 2011 mendatang bertempat di Bangsal Kepatihan Komplek Kantor Gubernur Yogyakarta di Jalan Malioboropesta perayaan akan digelar dalam dua sesi, dari pukul 10.00–12.00 WIB untuk tamu VVIP, yaitu RI 1, RI 2, Menteri Kabinet Indonesia Bersatu, Lembaga Tinggi Negara dan lainnya. Setelah itu, pengantin akan mengelilingi Yogyakarta naik kereta dan selesai sekira pukul 17.30 WIB. Kemudian persiapan untuk menyambut  tamu VIP malam harinya. Sehingga terdapat 2 kali acara resepsi.
Yang menarik perhatian adalah bahwa calon mempelai pria bukan berasal dari keluarga bangsawan, melainkan hanya masyarakat biasa. Namun Sri Sultan Hamengku Buwono X tidak mempermasalahkan itu. Bahkan kelak mempelai Pria akan mendapat gelar Gusti Pangeran Haryo (GPH) dari Keraton Jogja.
Rangkaian acara Pernikahan Agung (Royal Wedding) Kraton Yogyakarta hari ketiga, Selasa (18/10) setelah upacara Panggih adalah upacara Tompo Koyo dan Dahar Klimah yang diselenggarakan di  Purworukmi (Bangsal Kesatriyan) serta di Gadri Bangsal Kesatriyan). Menurut KRT Pujaningrat, Koordinator Upacara Pernikahan Agung Kraton Yogyakarta, upacara Tompo...
Sekitar empat jam sebelum kirab pengantin KPH Yudanegara dan GKR Bendara berlangsung, suasana jalur kirab yang dimulai dari Kraton Yogyakarta hingga Bangsal Kepatihan dipadati ribuan warga, Selasa (18/10) sore. Dari anak-anak yang digendong hingga orang tua, mereka menjadi saksi Pernikahan Agung Kraton Yogyakarta. Pasangan pengantin Kraton Yogyakarta.
Hampir tidak ada ruang kosong untuk beringsut  sekalipun karena kedua sisi Jalan Maliboro  sudah dipenuhi massa. Warga pun tidak hanya memadati jalan, bahkan beberapa warga harus memanjat pohon, menara, balkon atau atap gedung untuk melihat kirab pengantin.
Jalur Kirab tersebut berawal dari Keben Kraton, ke utara melewati sisi barat Alun-Alun Utara Kraton Yogyakarta, Kantor Pos Besar, Jalan Malioboro dan berakhir di Bangsal Kepatihan. Kirab dimulai dengan munculnya grup kesenian Topeng Ireng asal Boyolali dan kesenian Likurani yang ditampilkan warga Nusa Tenggara Timur yang menempuh studi di Jogja.
Setelah penampilan kesenian tersebut, GKR Hemas bersama keluarga seperti GKR Pembayun menggunakan mobil berplat B 10 GKR. Sedangkan Sri Sultan Hamengkubuwono X tiba di Bangsal Kepatihan setelah rombongan pengantin tiba.
Jarak waktu antara penampilan kesenian dengan iring-iringan kedua mempelai terasa lama. Terlihat dari sebagian warga yang duduk dan memadati kembali di tengah jalan atau jalur kirab.
Suasana meriah dan teriakan warga kembali bergerumuh saat yang ditunggu-tunggu tiba. Kirab Pernikahan Agung Kraton Yogyakarta GKR Bendara dengan KPH diawali barisan Bregodo Wirobrojo dan Bregodo Ketanggung.
Kemudian lima kereta menyusul yaitu kereta Kyai Rata Ijem yang dinaiki utusan Ndalem. Pengantin berada di urutan kedua menaiki kereta Kyai Jong Wiyat. Kereta Kyai Rata Biru di urutan ketiga membawa keluarga pengantin putri. Selanjutnya, di urutan keempat kereta landauer yang dinaiki keluarga besan.
Kereta terakhir yaitu Kereta Permili membawa penari Beksan Bedaya Pengantin yang disusul enam pasukan berkuda yang membawa penari Beksan Lawuh Ageng.
Kereta Jong Wiyat yang membawa KPH Yudanegara dan GKR Bendara tersebut berjalan cukup pelan dan sempat berhenti sesaat. Kedua pasangan mengenakan baju pengantin warna merah agak tua memberikan lambaian tangan kepada warga dan sebaliknya
Kirab pernikahan agung Kraton Yogyakarta yang berlangsung meriah ini berakhir di Bangsal Kepatihan pukul 17.30 WIB
Rangkaian acara Pernikahan Agung (Royal Wedding) Kraton Yogyakarta hari keempat, Rabu (19 Oktober 2011) dengan ritual pamitan yang berlangsung di Gedong Jene. Penganten pria KPH Yudonegoro yang kini menjadi pegawai pada kantor sekretariat Wakil Presiden memohon pamit kepada Sultan Hamengkubuwono X dan Gusti Kanjeng Ratu Hemas untuk membawa serta istrinya GKR Bendoro keluar dari Kraton.
Sementara, sepanjang jalan yang dilalui kirab pengantin dan keluarga menggunakan sejumlah kereta kencana dari kraton menuju tempat resepsi di Gedung Kepatihan Selasa petang dipadati ribuan warga.
Beragam makanan yang disediakan masyarakat secara sukarela, ditempatkan dalam angkringan di sepanjang Jalan Malioboro, habis dalam waktu singkat.
Selain itu, sejumlah elemen masyarakat juga menyelenggarakan malam kesenian pesta rakyat di Monumen Serangan Satu Maret yang berada di ujung selatan Jalan Malioboro.
Hendro Plered, penyelenggara acara pestarRakyat tersebut mengatakan, kegiatan itu dimaksudkan merayakan acara pernikahan agung Kraton Yogyakarta.
Ia mengatakan, “Pesta Rakyat itu persembahan dalam rangka mangayubagyo (merayakan), memeriahkan adanya Daub Agung. Itu diisi oleh elemen-elemen dari masyarakat di 4 kabupaten dan 1 kota ini. Mereka rela tanpa dibayar karena bentuk cinta rakyat kepada sang raja karena putrinya menikah”.
Ki Kliwon Sumoharjo, seorang abdi dalem Kraton yang kali ini menjadi penari Edan-edanan pada acara “Panggih” pengantin di Kraton untuk kelima kalinya, mengatakan ia sudah mengabdi di Kraton selama 33 tahun. Ia rela bertingkah seperti orang gila sebagai wujud kecintaannya pada raja Yogyakarta.
Ia mengatakan, “ Syaratnya (untuk menjadi penari Edan-edanan) ya seperti orang gila begini, untuk menolak bala. Bukan untuk menakut-nakuti, tapi untuk menolak barangsiapa yang tidak kelihatan mau menganggu, tidak terjangkau. Sebetulnya,yang kelihatan dan tidak kelihatan itu tingkahnya sama, tapi manusia lebih berkuasa daripada mereka yang tidak kelihatan itu”.
KRT Yudohadiningrat yang bertugas mengorganisir panitia pernikahan Kraton Yogyakarta mengatakan, kegiatan budaya tersebut merupakan kekayaan budaya Indonesia yang memuat banyak pelajaran hidup yang positif.
Lebih lanjut ia mengatakan, “Memberikan pemahaman budaya dimana acara-acaranya dilakukan dengan ramah tamah, sopan santun, tidak ada kekerasan dan tidak ada yang saling menyalahkan”.

Sumber :


                                                                         DEPOK,12-12-2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar